arrahmahnews

Prof Suteki “HTI” Sebut Mabes Sarang “Bandit-bandit Berseragam”

Jakarta, ARRAHMAHNEWS.COMSalah satu ahli hukum pidana mantan dosen Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Prof Suteki diduga simpatisan ormas terlarang HTI, dia mengusulkan adanya reformasi besar-besaran di tubuh Kepolisian karena sudah menjadi sarang bandit-bandit berseragam.

Sebuah kritikan yang tidak pantas dikeluarkan oleh seorang profesor, sebaiknya dia memberikan masukan yang positif bukan semakin menambah masalah yang ada, dan menyebabkan publik semakin tidak percaya kepada Polri.

BACA JUGA:

Suteki dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Hukum dan Ketua Senat Fakultas Hukum pada Juni 2018.

Prof Suteki

Selain itu, lanjut dia, Suteki juga dicopot sebagai pengajar di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang. Padahal Suteki sudah mengajar Ilmu Hukum dan Pancasila selama 24 tahun.

Pencopotan jabatan tersebut diduga dilakukan Rektor Undip berkaitan dengan keberadaan Suteki saat menjadi ahli dalam sidang gugatan yang dilayangkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Suteki dianggap melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Seperti diketahui, kasus terakhir yang cukup menyita publik dan sangat memalukan bagi institusi Polri adalah tewasnya Brigadir Joshua yang dibunuh oleh atasannya sendiri yakni Irjen Ferdy Sambo.

“Polisi kini menjadi raksasa setelah sekian puluh tahun reformasi, yang berpotensi menjadi mesin pembunuh, yang dapat digunakan oleh para komplotan politikus busuk untuk melakukan niat jahatnya,” ungkap Suteki dalam tayangan YouTube PKAD (Pusat Kajian dan Analisa Data) dikutip Kamis (18/8/2022).

 

“Di dalamnya itu ada Mabes alias mafia besar atau ada bandit-bandit berseragam, sehingga perlu ada reformasi di kepolisian,” tambahnya.

Suteki kemudian mengusulkan sejumlah cara untuk melakukan reformasi di tubuh Polri. Pertama, ia mengusulkan dibubarkannya Mabes Polri, sehingga cukup jajaran Polda di tingkat provinsi. Sehingga tidak perlu jabatan Kapolri karena jabatan ini sangat politis.

Kemudian yang kedua, lanjutnya, hilangkan sistem komando atau kepangkatan. Karena jenderal itu juga pangkat yang sifatnya politis. “Ya kita mengadopsi seperti ASN itu, di ASN kan gak ada (kepangkatan) meskipun saya profesor kan gak bisa di garis komando,” ujarnya.

BACA JUGA:

Ketiga, dibukanya peluang untuk diadakannya lembaga investigasi tandingan atau model detektif swasta. Karena penyidikan kejahatan tidak hanya bisa dilakukan oleh penyidik negara dalam hal ini Polri, tapi juga bisa dilakukan oleh detektif swasta.

Yang keempat yakni soal pengawasan yang dilakukan oleh Komisi III DPR RI. Suteki berharap Komisi III aktif kembali melakukan pengawasan alias tidak “masuk angin” terhadap institusi Polri.

“Karena kita tahu sendiri untuk menangani suatu perkara itu memang ada tiga hal yang sangat berperan, yaitu pertama akses kekuasaan, kedua akses keuangan, dan ketiga media,” katanya.

Terakhir, Suteki berharap pada peran presiden yang mesti proaktif melakukan pengawasan terhadap institusi Polri. “Mestinya presiden juga proaktif mengawasi dan juga menegur serta memberikan perintah pada Kapolri untuk membenahi Polri supaya kepercayaan masyarakat bisa kembali,” pungkasnya. (ARN)

Comments
To Top
%d blogger menyukai ini: