Iran, ARRAHMAHNEWS.COM – Hari-hari pertama bulan Januari telah menjadi simbol munculnya dunia pasca-Amerika. Dari kesyahidan Jenderal Qassem Soleimani pada 3 Januari 2020, hingga pengambilalihan Kongres AS pada 6 Januari 2021, peristiwa ini membawa pesan yang jelas: era hegemoni Amerika telah berakhir.
Runtuhnya hegemoni AS, terutama yang terlihat di Asia Barat, pada kenyataannya, adalah hasil dari upaya dan tindakan heroik Poros Perlawanan dan, di atas semua itu adalah berkat upaya dan tindakan Syahid Qassem Soleimani dan rekan-rekannya yang pemberani.
BACA JUGA:
- Angkat Foto Soleimani, Presiden Iran Hebohkan Sidang Umum PBB
- Ayatullah Khamenei Ingatkan Peran Soleimani dalam Kemenangan Suriah
Rencana AS Ciptakan “Timur Tengah Raya”
Untuk menjelaskan peran Syahid Qassem Soleimani dalam mengakhiri hegemoni AS dan mengalahkan plot Barat di kawasan, pertama-tama kita harus membahas masalah tujuan AS saat ini di Asia Barat.
Setelah serangan 9/11, Amerika Serikat mulai menduduki Asia Barat secara militer dengan dalih memerangi terorisme. Pada saat itu, pejabat dan ahli strategi Amerika seperti Zbigniew Brzezinski meluncurkan berbagai rencana dan plot seperti rencana “Timur Tengah Raya” atau “Timur Tengah Baru”.
Misalnya, selama 33 hari perang Israel di Lebanon pada tahun 2006, Menteri Luar Negeri AS saat itu Condoleezza Rice mengatakan dalam sebuah pidato penting: Timur Tengah baru, dan apa pun yang kita lakukan, kita harus yakin bahwa kita mendorong menuju Timur Tengah baru, bukan kembali ke Timur Tengah lama.”
Pernyataan ini menunjukkan rencana pemerintah AS untuk Asia Barat. Nyatanya, AS mencoba mengimplementasikan proyek ini untuk, pertama-tama, membawa sistem ekonomi laissez-faire ke negara-negara kawasan dan mengubahnya menjadi blok yang berputar di sekitar Israel, dan yang kedua, menyebarkan model demokrasi liberal ke dalam negara-negara kawasan.
Mantan Presiden AS George W. Bush menyatakan ini dalam pidato tahun 2003 setelah jatuhnya rezim Baath Saddam Hussein di Irak.
“Demokrasi Irak akan berhasil, dan keberhasilan itu akan mengirimkan berita dari Damaskus ke Teheran bahwa kebebasan bisa menjadi masa depan setiap bangsa. Berdirinya Irak yang merdeka di jantung Timur Tengah akan menjadi peristiwa penting dalam revolusi demokrasi global,” katanya saat itu.
Pada saat yang sama, Wakil Presiden AS saat itu Dick Cheney mengumumkan dalam pidatonya di Forum Ekonomi Dunia, Davos, bahwa pemerintah AS berkomitmen untuk “mempromosikan demokrasi di seluruh Timur Tengah dan sekitarnya.”
Meskipun demikian, proyek ini gagal sebagaimana proyek pemerintah AS lainnya, meski telah menelan biaya sangat besar.
Dua puluh tahun setelah perang dahsyat itu diluncurkan, situasi politik saat ini di Irak dan Afghanistan membuktikan kenyataan bahwa, perang tersebut, selain merugikan ekonomi AS triliunan dolar, menyebabkan banyak korban di negara-negara kawasan.
BACA JUGA:
- Bagheri: Pembunuh Jenderal Soleimani Hidup dalam Ketakutan akan Pembalasan
- Di Forum Valdai, Putin Ungkap Kemarahan atas Pembunuhan Soleimani
Menurut sebuah laporan oleh Universitas Brown, lebih dari 900.000 orang tewas dalam perang AS pasca-2001, termasuk lebih dari 70.000 warga sipil di Afghanistan dan hampir 300.000 warga sipil di Irak.
Strategi Perang Agama 30 Tahun
Sementara itu, dukungan Barat terhadap kelompok teroris dan Takfiri di Kawasan hampir menyelesaikan puzzle ini. Kelompok-kelompok seperti Daesh, yang diakui oleh mantan Presiden AS Donald Trump diciptakan oleh pemerintah AS, mencoba mengguncang kawasan untuk memungkinkan AS mewujudkan strategi menciptakan perang agama selama 30 tahun di Asia Barat.
Tetapi apa yang tidak pernah dimasukkan oleh pemerintah Barat dalam perhitungan mereka adalah Syahid Qassem Soleimani , ahli strategi yang menggagalkan rencana dan plot mereka dan mengakhiri kehadiran destruktif mereka di kawasan.
Perang Lebanon adalah konfrontasi serius pertama antara Martir Qassem Soleimani dan Front Kesombongan ini. Dia memainkan peran penting dalam mengalahkan rezim Zionis dan pendukungnya dalam perang 33 hari, sehingga membawa proyek “Timur Tengah Raya” menemui jalan buntu.
Safauddin Tabaraian, penerjemah buku The Untold Stories of the 33-Day War, mengomentari peran Syahid Soleimani dalam kemenangan Hizbullah dalam Perang 33 Hari.
BACA JUGA:
- Pompeo Akui Hidup dalam Ketakutan Pasca Pembunuhan Soleimani
- Jutaan Orang Peringati Syahidnya Soleimani-Muhandis di Baghdad
“Saya mendengar dari Sayyid Hassan Nasrallah sendiri bahwa peran Haji Qasem dalam kemenangan kita dalam perang bahkan lebih besar daripada peran Imad Mughniyeh,” catatnya.
Syahid Qassem Soleimani Mainkan Peran Kunci Kekuatan Palestina
Syahid Qassem Soleimani juga memainkan peran kunci dalam memperlengkapi dan memperkuat Front Perlawanan di Palestina, diakui oleh Sekretaris Jenderal Jihad Islam Ziyad al-Nakhalah beberapa tahun lalu.
“Kekuatan dan fasilitas yang dicapai Gaza hari ini adalah hasil dari upaya besar Syahid Qassem Soleimani. Langkah strategis Jenderal Qassem Soleimani dimulai dengan pengiriman roket dan senjata ke Jalur Gaza, dan ini seperti sebuah keajaiban,” ujarnya.
“Jenderal Qassem Soleimani secara pribadi berusaha ke arah ini, melakukan perjalanan ke banyak negara, dan berencana untuk memindahkan kekuatan militer ini [ke Gaza].”
Bahkan saat ini, banyak yang merasa heran bahwa terowongan bawah tanah Gaza, yang panjangnya sekitar 360 kilometer, adalah salah satu strategi yang dirancang oleh Martir Qassem Soleimani dan Martir Imad Mughniyeh.
Syahid Qassem Soleimani Pimpin Pemberantasan Terorisme
Pada akhirnya, memimpin Poros Perlawanan melawan kelompok teroris Daesh adalah tindakan utama Syahid Qassem Soleimani melawan skema Front Arogan. Martir Qassem Soleimani dan rekan-rekannya mencabut kekuatan jahat ini dan memulihkan keamanan dan perdamaian ke negara-negara regional.
BACA JUGA:
- Shadow Commander Qassem Soleimani Jalankan 22 Saluran TV
- Esmail Qaani: Syahid Soleimani Satukan Poros Perlawanan
Peran Syahid Qassem Soleimani dalam memberantas Daesh begitu signifikan dan penting bahkan media Amerika seperti Newsweek, Business Insider, The Week, dan lainnya mengakuinya selama bertahun-tahun.
Juga, setiap kali pejabat Amerika mencoba memberikan pujian atas pemberantasan Daesh, mereka menghadapi sanggahan dari pakar internasional tentang masalah ini, menunjuk pada upaya Martir Qassem Soleimani.
Prof. Arshin Adib-Moghaddam dari University of London, misalnya, dalam menanggapi upaya Trump untuk memuji dirinya sendiri karena menghancurkan Daesh, menegaskan bahwa Iran bersama dengan kekuatan udara Rusia yang “memberikan hantaman mematikan” kepada kelompok teroris itu, dan Qassem Soleimani adalah dalangnya.
Di Asia Barat saat ini, kemunduran AS terlihat jelas dan dibicarakan secara terbuka berdasarkan kenyataan di lapangan. Perubahan dan pertumbuhan di negara-negara regional dan pandangan rakyat ini adalah hasil dari perjuangan Front Perlawanan melawan kolonialisme dan arogansi global dan, tanpa diragukan lagi, Syahid Qassem Soleimani adalah dan akan tetap menjadi salah satu tokoh paling menonjol dari gerakan perlawanan ini. (ARN)
Oleh: Muhammad Mahdi Abbasi (PressTV)
