Libanon, ARRAHMAHNEWS.COM – Sekretaris jenderal gerakan perlawanan Hizbullah Libanon mengatakan bahwa Amerika Serikat membunuh komandan tinggi Iran dan Irak, Letnan Jenderal Qassem Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis, dengan tujuan melemahkan front perlawanan dan menghilangkan ancaman terhadap rezim pendudukan Israel.
Sayyed Hassan Nasrallah membuat pernyataan tersebut dalam sebuah pidato yang disiarkan langsung di televisi dari Kompleks Sayyed al-Shuhadaa di Dahiyeh, selatan ibu kota Lebanon, Beirut, pada hari Selasa (03/01).
BACA JUGA:
- Kehakiman Iran: 94 Orang Amerika jadi Terdakwa Pembunuhan Soleimani
- Video: Ribuan Peziarah Datangi Makam Jenderal Soleimani
Pimpinan Hizbullah itu berpidato dalam sebuah upacara yang diadakan untuk memperingati tiga tahun meninggalnya dua komandan anti-teror. Qassem Soleimani dan Abu Mahdi Muhandis, bersama rekan mereka, dalam serangan pesawat tak berawak AS di dekat Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari 2020.
Nasrallah menyampaikan belasungkawa kepada keluarga kedua syahid yang terhormat, mengatakan Jenderal Qassem Soleimani “berubah menjadi simbol yang menginspirasi setelah kesyahidannya,” dan bahwa “pemakamannya adalah yang terbesar dalam sejarah.”
Pemimpin Hizbullah itu juga memuji “ketulusan yang besar dan tingkat kesalehan yang tinggi” dari Jenderal Qassem Soleimani dan berkata, “Hajj Qassem mengikuti arahan dan bimbingan Imam Khamenei.”
“Hajj Qassem mampu, melalui kekuatan akal, perencanaan, kehadiran konstan, dan ketulusannya, untuk menghubungkan kekuatan poros perlawanan, memperkuat mereka dan memberi mereka dukungan material dan intelektual melalui pertemuan dan kehadiran langsung di garis depan.”
Nasrallah mengatakan Jenderal Qassem Soleimani dan rekan-rekannya melawan plot AS di kawasan, yang dikenal sebagai proyek “Timur Tengah Baru”. Dan tujuan pembunuhan (terhadap) mereka adalah untuk mematahkan perlawanan dan melemahkan pihak-pihak di poros perlawanan guna mendominasi Kawasan, kemudian merebut kekayaan minyak dan gasnya.
“Hal pertama yang dilawan Syahid Qassem Soleimani dan para pemimpin serta martir lainnya adalah versi pertama dari proyek Timur Tengah baru di Lebanon dan Palestina,” kata Nasrallah, menambahkan bahwa insiden 11 September “memberi dorongan bagi proyek Amerika untuk memasuki Afghanistan dan Irak serta mendekati Iran dan Suriah.”
Kepala Hizbullah itu berkata, “Perlawanan Irak mengalahkan Amerika dan memaksa mereka untuk mundur dari Irak dan mengubah wajah kawasan.”
“Mereka yang meluncurkan kampanye perlawanan di Irak adalah faksi-faksi dan mazhab-mazhab, dan Haji Qassem memberi mereka pelatihan dan perencanaan bersama Abu Mahdi al-Muhandis,” tambahnya.
BACA JUGA:
- Dahsyatnya Peran Jenderal Soleimani Runtuhkan Hegemoni Amerika
- Bagheri: Pembunuh Jenderal Soleimani Hidup dalam Ketakutan akan Pembalasan
Nasrallah mengatakan tujuan pembunuhan itu adalah untuk “mematahkan perlawanan, meneror rakyat Irak, dan melemahkan pihak-pihak yang menjadi poros perlawanan di Suriah, Iran, Libanon dan Palestina,” menambahkan, “Pembunuhan itu juga dimaksudkan untuk menyingkirkan ancaman strategis paling penting terhadap entitas pendudukan.”
“Proyek Amerika gagal mencapai tujuannya dalam menaklukkan Iran, Irak, Palestina, Suriah, Lebanon, dan Yaman, dan justru meluncurkan elemen kekuatan baru di kawasan kita,” ujar Pemimpin Hizbullah itu menekankan,
Pemerintah AS, di bawah presiden Donald Trump, membunuh Jenderal Qassem Soleimani dan Abu Mahdi Al Muhandis dalam serangan pesawat tak berawak di dekat Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari 2020.
Kedua komandan tersebut dikagumi oleh negara-negara Muslim karena menumpas kelompok teroris Daesh yang disponsori AS di wilayah tersebut, khususnya di Irak dan Suriah.
Pembunuhan AS menarik gelombang kecaman dari para pejabat dan gerakan di seluruh dunia dan memicu protes publik besar-besaran di seluruh kawasan, dengan anggota parlemen Irak menyetujui RUU dua hari setelah serangan menuntut penarikan semua pasukan militer asing yang dipimpin oleh Amerika Serikat dari negara tersebut. (ARN)
Sumber: PressTV
