Arab Saudi, ARRAHMAHNEWS.COM – Riyadh mengeksekusi lebih banyak orang pada tahun 2022 daripada gabungan dua tahun sebelumnya, 81 di antaranya dieksekusi dalam satu hari Maret lalu, “eksekusi massal terbesar dalam sejarah Arab Saudi,”. Organisasi Hak Asasi Manusia Eropa Saudi (ESOHR) mengungkap hal ini dalam sebuah laporan.
Laporan yang diterbitkan pada hari Selasa itu mengatakan bahwa hukuman mati di Kerajaan antara tahun 2020 dan 2022 meningkat sebesar 444% dimana negara teluk tersebut melanjutkan dengan “kesewenang-wenangan dalam mengeluarkan hukuman, bertentangan dengan janji resmi, bersamaan dengan pengabaian total terhadap rekomendasi dan kritik internasional.”
Mengutip Komisi Hak Asasi Manusia resmi, organisasi tersebut mencatat bahwa “27 hukuman [mati] dilaksanakan pada tahun 2020, dan 67 dilakukan pada tahun 2021.”
Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri Saudi, kewarganegaraan dari 147 eksekusi tahun lalu sebagian besar adalah warga Saudi (114), diikuti oleh 9 warga Yaman, dan 6 warga Suriah, selain 3 warga Pakistan, Mesir, Etiopia, dan Yordania.
BACA JUGA:
- Saudi Berencana Buka Kepulauan Laut Merah untuk Turis Israel
- Sana’a Kecam Eksekusi Saudi atas 2 Warga Yaman
Korban eksekusi juga termasuk dua orang Indonesia dan dua orang Nigeria, selain satu orang Palestina dan satu orang Myanmar.
#SaudiArabia goes on with its unlawful executions; 2 months after the last mass executions that shocked the whole world, Sadiq Majid Thamer and Jaafar Muhammad Sultan now face a death sentence for allegedly smuggling explosives.#Bahrain pic.twitter.com/xcP8jvrpR3
— Al Mayadeen English (@MayadeenEnglish) May 22, 2022
“Mengingat kurangnya transparansi dalam penanganan resmi hukuman mati, dan tidak adanya peran masyarakat sipil, sulit untuk melacak kasus dan juga pelanggaran yang dialami para tahanan,” kata ESOHR.
Pemantauan organisasi ini, bagaimanapun, melacak “pola pelanggaran, mulai dari penangkapan, dan diakhiri dengan pelaksanaan hukuman serta penolakan untuk mengembalikan jenazah mereka yang dihukum mati.”
Kasus-kasus yang dilacak juga mengungkapkan bahwa “tahanan telah dicabut hak-hak dasarnya, termasuk hak untuk membela diri dan berkomunikasi dengan dunia luar.” (ARN)
Sumber: AlMayadeen
BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLENEWS
