Sudan, ARRAHMAHNEWS.COM – Ledakan kembali mengguncang Khartoum, ibu kota Sudan, ditengah kekerasan antara tentara reguler dan paramiliter yang sudah berlangsung selama tiga hari berturut-turut, menyebabkan korban tewas sekitar 100 orang.
Konflik terjadi setelah perebutan kekuasaan antara panglima militer Sudan Abdel Fattah Al-Burhan dan wakilnya, Mohammad Hamdan Daglo, komandan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang awalnya didirikan sebagai milisi kontra-pemberontakan.
BACA JUGA:
- Pertempuran Sengit Berlanjut di Sudan meski Ada Jeda Kemanusiaan
- 47 Orang Tewas, 400 Terluka dalam Bentrokan Militer di Sudan
Integrasi RSF dalam tentara reguler telah menjadi fitur inti dari kesepakatan yang bertujuan menyelesaikan kudeta militer tahun 2021 yang dilakukan bersama oleh Al-Burhan dan Daglo.
Laporan Media menunjukkan bahwa ratusan orang terluka selama bentrokan dan dengan kesulitan transportasi yang dialami oleh yang terluka, jumlah korban yang sebenarnya, mungkin lebih tinggi dari jumlah kematian yang dinyatakan yaitu 97 korban sipil.
Kekerasan tersebut telah memicu kecaman internasional, dengan seruan untuk segera mengakhiri konflik dan agar diskusi damai dimulai.
Perbatasan Mesir dan Chad telah ditutup. Terlepas dari keputusan untuk membuka jalur aman, tembakan senjata berat masih terdengar di dekat bandara, dan pertempuran terus berlanjut.
Sudan berada di ujung tanduk karena bentrokan antara tentara dan pasukan paramiliter telah membuat penduduk berlindung di rumah mereka dengan ketakutan akan konflik berkepanjangan yang dapat mendorong negara itu ke dalam kekacauan yang lebih dalam.
Kedua belah pihak saling menyalahkan sejak Sabtu, mengklaim menguasai situs-situs utama, termasuk bandara dan istana presiden.
Kekerasan telah meluas ke bagian lain Sudan, termasuk wilayah Darfur barat dan negara bagian perbatasan timur Kassala.
Program Pangan Dunia (WFP) menangguhkan semua operasi di negara itu setelah pembunuhan tiga stafnya di Darfur Utara pada Hari Sabtu.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan pertanggungjawaban. Volker Perthes, utusan khusus PBB untuk Sudan, mengungkapkan keterkejutannya atas laporan penembakan dan penjarahan yang berdampak pada PBB dan fasilitas kemanusiaan lainnya.
BACA JUGA:
- Bentrokan Hebat Tentara Sudan vs RSF Pecah di Khartoum
- Dikunjungi Menlu Israel, Sudan “Mantap” Menuju Normalisasi
Petugas medis telah mengimbau koridor yang aman untuk ambulans dan gencatan senjata untuk merawat para korban, karena jalanan terlalu berbahaya untuk mengangkut korban ke rumah sakit.
Kekerasan tersebut berasal dari perpecahan yang mendalam antara tentara reguler dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF), sebuah kelompok paramiliter yang dibentuk pada tahun 2013 di bawah mantan Presiden Omar Al-Bashir.
Meskipun ada seruan gencatan senjata yang meluas, para pemimpin dari kedua faksi belum menunjukkan minat untuk melakukan pembicaraan.
Situasi mulai agak mereda sejak Angkatan Darat Sudan dan RSF setuju untuk membuka koridor kemanusiaan sementara yang aman pada hari Minggu untuk memungkinkan bantuan mencapai yang terluka. Namun demikian, situasinya tetap tegang, dan Sudan tetap tidak yakin akan masa depannya. (ARN)
Sumber: AlManar
BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLENEWS
