PBB, ARRAHMAHNEWS.COM – Kudeta baru-baru ini di Afrika adalah upaya militer untuk menyelamatkan negara mereka dari “janji-janji yang tidak ditepati” oleh presiden. Kepala junta Guinea mengatakan hal ini pada hari Kamis. Ia menyebut bahwa Afrika menolak mentah-mentah negara-negara Barat yang mengkotak-kotakkan benua berpenduduk lebih dari 1 miliar orang itu.
Kolonel Mamadi Doumbouya, yang dilantik sebagai presiden sementara Guinea setelah kudeta pada tahun 2021, mengatakan kepada Majelis Umum PBB bahwa selain mengutuk kudeta tersebut, para pemimpin global juga harus “melihat dan memperhatikan penyebab yang mengakar.”
“Pelaku kudeta bukan hanya orang yang mengangkat senjata untuk menggulingkan suatu rezim,” ujarnya pada pertemuan para pemimpin dunia di New York. “Saya ingin kita semua menyadari fakta bahwa pelaku kudeta yang sebenarnya, yang paling banyak jumlahnya, adalah mereka yang menghindari kecaman, mereka adalah orang-orang … yang menipu untuk memanipulasi teks konstitusi agar tetap berkuasa selamanya.
Guinea adalah salah satu dari beberapa negara di Afrika Barat dan Tengah yang telah mengalami delapan kudeta sejak tahun 2020, termasuk dua kudeta, Niger dan Gabon, dalam beberapa bulan terakhir. Pengambilalihan kekuasaan oleh militer, yang dirayakan oleh warga negara-negara tersebut dan dikutuk oleh organisasi-organisasi internasional dan negara-negara asing, telah menimbulkan kekhawatiran mengenai stabilitas benua yang populasi generasi mudanya berjumlah sedikitnya 1,3 miliar jiwa dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050 atau mencapai seperempat dari total populasi generasi muda di benua tersebut.
BACA JUGA:
- Panen Kudeta di Afrika, Gabon Negara ke-10 dalam 3 Tahun
- Presiden Iran Puji Keteguhan Bangsa Afrika Lawan Kolonialisme Global
Doumbouya menuduh beberapa pemimpin di Afrika mempertahankan kekuasaan dengan cara apa pun, sering kali termasuk mengubah konstitusi, yang merugikan rakyat.
Di Guinea, dia mengatakan bahwa dirinya memimpin tentara untuk menggulingkan Presiden Alpha Conde saat itu dalam kudeta September 2021 untuk mencegah negaranya “terjerumus ke dalam kekacauan total.” Dia mengatakan situasi serupa terjadi di negara-negara lain yang dilanda kudeta dan merupakan akibat dari “pengingkaran janji, kelesuan rakyat dan karena para pemimpin itu merusak konstitusi dengan tujuan untuk tetap berkuasa sehingga merugikan kesejahteraan kolektif.”
Doumbouya juga menolak upaya Barat dan negara-negara maju lainnya untuk campur tangan dalam tantangan politik di Afrika, dengan mengatakan bahwa masyarakat Afrika merasa muak dengan pengkotak-kotakan ini, kategorisasi yang ingin dipaksakan oleh semua pihak.
“Kami, warga Afrika, merasa terhina oleh kotak-kotak ini, kategori-kategori yang terkadang menempatkan kami di bawah pengaruh Amerika, terkadang di bawah pengaruh Inggris, Prancis, China, dan Turki,” kata pemimpin Guinea tersebut. “Saat ini, masyarakat Afrika lebih sadar dari sebelumnya dan lebih bertekad untuk menentukan nasib mereka sendiri.” (ARN)
Sumber: Africanews
