Palestina, ARRAHMAHNEWS.COM – Serangan brutal dan barbar Zionis Israel ke Gaza, Palestina, menyebabkan kesedihan yang sanga mendalam bagi warga di wilayah itu. Salah satunya diceritakan oleh Abu Saher al-Maghari yang mengurus mayat korban serangan Israel tanpa henti.
Al-Maghari telah mengurus ratusan jenazah dari orang-orang yang tewas akibat serangan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza. Dilansir Al-Jazeera, pada hari Minggu (12/11/2023), al-Maghari bertugas sebagai pengurus jenazah di Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Jalur Gaza tengah.
BACA JUGA:
- Media Zionis: Taktik Hizbullah Meningkat, Tentara Israel Tak Siap
- Heroik! Tolak Tinggalkan Pasien, 2 Dokter Palestina ini Tewas di RS Bersalin di Gaza
Pria berusia 53 tahun berpenampilan tenang ini telah 15 tahun menjadi pengurus jenazah di rumah sakit tersebut. Dia menjadi saksi betapa mengerikannya efek serangan Zionis Israel kepada warga Palestina.
Sejak 7 Oktober, al-Maghari telah menyaksikan gelombang besar jenazah yang banyak dari mereka kondisi tubuhnya telah terpisah. Dia mengaku belum pernah mengalami masa sesulit ini.
“Saya belum pernah mengalami masa sulit seperti ini dalam hidup saya,” kata al-Maghari mengawali ceritanya.
“Selama bertahun-tahun bekerja, saya selalu menyaksikan 30 hingga maksimum 50 kematian alami setiap hari, dan dalam kasus eskalasi militer Israel sebelumnya, jumlahnya mungkin mencapai sekitar 60,” kenangnya.
Namun kini, dia mengkafani lebih dari 100 jenazah dan terkadang bisa mencapai 200 jenazah dalam sehari. Dia mengatakan jumlah jenazah yang datang tergantung intensitas pemboman dan wilayah yang menjadi sasaran pesawat tempur Israel.
“Sebagian besar jenazah tiba di rumah sakit dalam kondisi sangat buruk. Anggota tubuh robek, memar parah dan luka dalam di sekujur tubuh. Saya belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya,” ujarnya.
BACA JUGA:
- Perlawanan Irak Klaim Bertanggung jawab atas Serangan Drone ke Eilat
- PIJ: Keputusan KTT Riyadh Cermin Pengabaian Kolektif atas Palestina
Jumlah terbesar korban yang diterimanya adalah anak-anak dan perempuan dengan kondisi luka yang dialami mayat-mayat tersebut masih asing baginya. Hatinya pun hancur karena melihat hal tersebut.

Warga Gaza gelar shalat jenazah
“Yang paling menyedihkan bagi saya adalah mengkafani anak-anak,” kata al-Maghari.
“Hati saya hancur saat saya mengumpulkan anggota badan anak-anak yang terkoyak dan memasukkannya ke dalam satu kain kafan. Apa yang telah mereka lakukan?” sambungnya.
Sebagai informasi, lebih dari 11.000 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Jalur Gaza dalam 34 hari terakhir. Jumlah ini mencakup lebih dari 4.400 anak-anak dan 2.900 perempuan.
Al-Maghari terkadang bekerja dengan asistennya mengkafani mayat dari jam 06.00 pagi hingga pukul 20.00 waktu setempat tanpa henti. Dia mengatakan beberapa jenazah yang tiba sudah dalam kondisi busuk dengan tulang terlihat dan bau tak tertahankan karena sudah berhari-hari terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang dibom Israel.
“Saya memulai hari saya dengan menyelubungi orang mati dan dibunuh dari jam enam pagi sampai jam delapan malam tanpa henti,” ujarnya kepada Al Jazeera saat hendak menuju tempat salat Ashar.
Dia mengatakan ada jenazah yang tiba dalam keadaan tercabik-cabik ataupun terbakar hingga tak bisa dikenali lagi. Dia mengatakan luka yang terjadi pada mayat itu sangat asing baginya sehingga dia bertanya-tanya apakah Israel menggunakan rudal dan bahan peledak berbeda dari serangan pada waktu sebelumnya.
BACA JUGA:
- Raeisi: Palestina “Kunci” Martabat Islam dan Kemanusiaan
- Hizbullah Ungkap Penggunaan Rudal Burkan, Leburkan Markas Israel
“Misi saya memberi saya tantangan besar. Orang tua di luar menjadi gila karena kesedihan mereka, berteriak dan menangis untuk anak mereka. Jadi saya mencoba untuk berbelas kasih semampu saya dan berusaha membuat tubuh terlihat rapi sehingga mereka bisa mengucapkan selamat tinggal,” ucapnya.
Dalam mengurus jenazah, l-Maghari memulainya dengan menyeka darah dan debu hingga akhirnya menuliskan nama korban di kain kafannya. Anggota keluarga yang masih hidup sangat terkejut melihat bagian tubuh orang yang mereka cintai terkoyak, yang kemudian dia tempatkan dengan hati-hati dalam satu kain kafan.
“Momen perpisahan terakhir ini selalu memilukan dan kejam. Kadang-kadang saya menerima jenazah yang tidak memiliki ciri-ciri, karena pecahan peluru yang dapat meledak. Di sini, saya mengikat kain kafan itu hingga tertutup agar anggota keluarga tidak mengingat orang yang mereka cintai dalam keadaan yang begitu gamblang,” ujarnya.
Dia juga kerap terpaksa mengkafani jenazah di dalam ambulans karena terlalu sulit untuk membawa potongan-potongan tubuh ke ruang mayat. Al-Maghari mengatakan,jumlah jenazah yang tiba di Rumah Sakit Al-Aqsa bertambah dua kali lipat setelah adanya pengungsian massal warga Kota Gaza ke kota-kota di Jalur Gaza selatan.
Al-Maghari mengatakan mendiskusikan dampak dari pekerjaan ini terhadap kesehatan mentalnya adalah sebuah ‘kemewahan’. Dia mengatakan pekerjaannya membuat dirinya bahkan tak punya waktu menangis.
BACA JUGA:
- Jokowi ‘Damprat’ Pemimpin OKI Terkait Palestina
- Sekjen Hizbullah: Persatuan Perlawanan Paksa Israel Hadapi Perang Multi Front
“Menghadapi banyaknya jenazah yang robek dan terbakar yang sebagian besar adalah anak-anak, memerlukan ketangguhan psikologis tingkat tinggi yang tidak dimiliki setiap manusia. Saya menghadapi ujian nyata setiap hari. Tidak ada waktu untuk menangis atau putus asa pada saat yang sama, tetapi kita hanyalah manusia,” ujarnya.
“Saya sering membayangkan anak-anak saya bisa menjadi korban yang saya kafani kapan saja. Semua orang menjadi sasaran, tanpa kecuali,” kata ayah lima anak ini. Al-Maghani pun menangis dalam sesi tanya jawab ini. (ARN)
BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLENEWS
