arrahmahnews

Apapun Isunya, Jokowi Sasarannya!

Rabu, 06 September 2017,

ARRAHMAHNEWS.COM, JAKARTA – Entah apa penyebabnya, iklan teh botol ini begitu lekat dengan perpolitikan Indonesia. Ada kekerasan di Myanmar pun Jokowi tetap jadi sasaran. Apapun makanannya, Teh Botol Sosro Minumannya, hampir tiga tahun masih saja lahir model salawi, salahe Jokowi, apa-apa ya Jokowi pokoknya.

Baca: Politik Cerdas Jokowi Amankan NKRI

Terbaru ini banyak isu yang ujung-ujungnya Jokowi. Entah kurang kerjaan atau memang sudah nasibnya presiden, yang jelas analisis polisi mengatakan demikian, mosok polisi ngapusi, yang jelas apapun isunya Jokowi targetnya.

Beberapa waktu lalu, saat Ahok tersangkut masalah, eh juga Jokowi yang dituduh melindungi lah, melakukan intervensilah, sehingga lahir lebaran kuda segala. Coba lebaran manusia saja sudah ribet bagaimana lebaran kuda coba, kalau kuda Sumbawa yang sudah dijual ke Papua dan minta mudik bayangkan betapa repotnya.

Ada beberapa orang ditangkap karena diduga berbuat makar, eh Jokowi juga salah, yang katanya antiagama tertentu, padahal agamanya pun gak beda. Susah membayangkan apa sih yang ada di balik mereka ini?

Kemudian ada wacara pembubaran ormas dan penggunaan PT dalam pencalonan presiden, ini pun dikatakan presiden otoriter, diktator, padahal PT bukan hanya kali ini. Padahal pembubar ormas ini pun kalau tidak dilakukan akan dinilai lembek. Aduh, bingung pokoke.

Baca: Jokowi Pemimpin ‘NDESO’ yang Cerdas, Sederhana dan Merakyat

Terbaru dan terpanas ini soal Myanmar, lha masalah di luar negeri sana, eh malah presiden sendiri yang dikata-katain, lha apa kaitannya coba? Kan lucu, coba kalau dibalik memang negaramu sudah baik? Malu gak? Pasti akan ngeles dan nuduh-nuduh dengan asal nuduh tanpa bukti, biasa, gak kaget. Polisi mensiyalir ada tukang goreng yang sepi orderan goreng pisang ganti goreng isu hangat. Kira-kira siapa saja yang ada di sana.

Pertama, bukan utama lho, barisan sakit hati. Ini tidak banyak sebenarnya, Cuma suka dunia maya yang berjarak, bisa ngeles ala emak-emak pakai matic, dan susah melihat presidennya bukan yang didukung. Barisan siap menang lupa tugas apalagi siap kalah jelas saja tidak. Kasihan sebenarnya, mereka ini buat apa menghabiskan energi untuk bertindak begitu.

Kedua, orang yang kepentingannya terganggu. Jelas banyak banget siapa saja mereka ini. Yang biasa kerja seenaknya harus tertib, yang bisa ngembat dari mana-mana kini susah, biasanya kelas menengah birokrasi yang sudah keluar uang banyak untuk suap, namun susah untuk kembali menerima suap. Banyak pintu dan lobang yang bocor sudah mulai dibenahi, paling gampang buat isu ini dan itu. Mosok ada garam ada gelasnya, atau nasi berplastik, jelas sangat tidak nalar.

Baca: Taktik ‘Gila’ Jokowi Pimpin Indonesia dan ‘Bajingan’ Ahok Pimpin DKI Jakarta

Ketiga, pihak luar, siapa saja, bisa Mamarika, bisa Wahyudi, bisa Thiongkok, dapat siapa saja yang kepentingannya terganggung. Lihat Free Port pun terganggu kenyamanannya, dan akhirnya mau ikuti aturan main, meski masih perlu bukti. Memperlemah pemerintah dengan menggunakan kaki tangan di dalam negeri yang gila uang dan kuasa. Mereka tidak tahu dimanfaatkan demi merusak negeri sendiri.

Keempat, petualang politik busuk. Mereka ini pokoknya negara tidak perlu tenteram yang penting bisa ngemplang. Bayangkan saja kata Prabowo kebocorannya bisa sampai 1000 T, bayangkan uang segitu baut beli tahu bulat dapat seberapa? Mereka yang biasa menampung kebocoran sekian banyak kini kering tentunya meradang dan buat ulah, logis kan?

Kelima, orang cari uang. Ini jelas saja hanya orang recehan yang maunya dapat untung. Apapun jadi isu, sebenarnya ini orang kreatif, menciptakan peluang kerja tanpa maling atau korupsi, tapi mengorupsi moral dan mental bangsa.

Mengapa lahir kelompok-kelompok demikian?

Satu, banyaknya orang yang bermental instan, tidak mau berproses, mau enaknya saja, dan cepat mendapatkan keuntungan. Orang demikian jelas tidak akan mau kerja keras apalagi cerdas, ada uang atau makanan di depan mata sikat, kalau begitu apa tidak turun level jadi binatang? Yang tidak punya pemikiran untuk menimbang baik dan buruk terlebih dulu?

Dua, banyaknya politikus kekanak-kanakan, tidak siap kalah, berkaitkan point satu instan, jadi tidak mau kalah, pokoknya harus menang. Ini soal karakter, mental, dan gaya hidup yang perlu diubah dan dikembangkan.

Baca: Denny Siregar: Cara “Perang” Politik Cerdik dan Cantik Jokowi

Tiga, tidak taat azas dan komitmen bersama. Kalah itu juga menghargai yang menang bukan malah nggriseni yang menang. Jadi duri dalam daging, ini bukan sikap ksatria, namun pengecut yang bersembunyi di balik dalih saja.

Empat, agama semata kata suci bukan hati yang suci. Hapalan kutipan ayat, namun tidak mengubah hati yang busuk, culas, dan suka maksiat.

Lima, pendidikan yang tidak mengantar peserta didik memiliki sikap kritis. Hal ini jelas merugikan bangsa ini sehingga sekelas profesor doktor pun bisa berkubang di dalam kebencian tanpa dasar yang cukup. Apakah bangsa ini, bangsa yang besar ini, hanya akan jadi masalalu seperti Majapahit, Sriwijaya, karena karakter pemimpinnya yang seperti di atas? Tentu tidak bukan? (ARN)

Sumber: Kompasiana

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca