Berita Jateng

Tepuk Tangan Pramuka “No Kafir’, Gus Mus: Wong Mendem dan Gendeng

Tepuk Tangan Pramuka "No Kafir', Gus Mus: Wong Mendem dan Gendeng

Jakarta – Rasa nasionalisme di dunia pendidikan saat ini memasuki zona merah toleransi, anak-anak kecil disumpal dengan pendidikan yang tidak nasionalis tapi religius yang kebablasan, bahkan sangat intoleran.

Ucapan kafir yang dilontarkan di depan anak-anak juga disebutnya sebagai kesalahan. Apalagi yel-yel itu diucapkan saat kegiatan Pramuka yang menurut Gus Mus tidak berkaitan sama sekali.

“Salah! Karena kita ini nggak ada yang kafir. Itu apa urusannya dengan Pramuka, nggak ada urusan,” katanya.

“Itu bodoh dan gendeng orang itu. Nggak ada hubungannya,” lanjutnya.

Contohnya kasus intimidasi mengarah teror dari rohani Islam (Rohis) kepada siswi inisial Z yang tidak berjilbab di SMAN 1 favorit berlangsung sistematis dan massif, bahkan sejumlah pihak di sekolah justru ikut menciptakan suasana yang malah menyudutkan soerang siswi.

Baca: Waspada Proyek Ideologi Radikal Wahabi di Sekolah dan Kampus

Statemen Kepala Sekolah yang menganggap Z tidak memakai jilbab karena belum mendapat hidayah, juga dinilai sangat menyakitkan.

Orang tua korban juga membeberkan adanya indikasi intoleran sudah massif lantaran guru PAI juga menganjurkan anak-anak untuk bergabung ke Rohis. Padahal, sebagai sekolah negeri, harusnya keberadaan guru maupun unsur di dalamnya bisa menjembatani dan mengayomi anak didik yang heterogen.

Baca: WASPADA! Gerakan HTI “KARIM” Masuk ke Sekolah

Darimana muncul pikiran intoleran seperti ini, semuanya berawal dari upaya infiltrasi diam-diam kaum Wahabi ke sekolah-sekolah dengan menggunakan strategi Halaqah. Gerakan Tarbiyah memang dikenal menggunakan strategi Halaqah untuk menjamin kaderisasi gerakan. Halaqah juga jadi wadah taurits (pewarisan nilai, sikap maupun transfer informasi dan komando). Dan melalui Halaqah ini, gerakan Tarbiyah akan melakukan perjuangan bertingkat mulai dari kelompok keluarga.

Lalu melalui jalur pendidikan, kesehatan dan sosial, meningkat lagi ke pemerintahan dan parlemen, dan terakhir merubah dasar negara. Halaqah itu sendiri terdiri dari 5 sampai 12 orang anggota (Mutarabbi) yang dibimbing oleh Murabbi atau mentor.

Sekilas terlihat tak ada yang salah dengan Halaqah di SMA negeri yang mengambil wujud Rohis (Kerohanian Islam). Para guru dan orangtua berpikir anak-anak mengikut Rohis akan bagus untuk menangkal berbagai pengaruh buruk narkoba dan pergaulan bebas.

Baca: Kesaksian, Membongkar Kebusukan PKS di Dunia Pendidikan

Kasus terbaru, peristiwa pembina pramuka yang mengajarkan tepuk dan yel-yel menyinggung kafir di Yogyakarta disayangkan banyak pihak. Salah seorang di antaranya KH Mustofa Bisri atau Gus Mus yang juga merasa resah dengan hal itu.

“Ada keresahan luar biasa karena sekarang ini misalnya saya baca, sakit sekali kok ada ada Pramuka yel-yel ‘Islam Yes Kafir No’. Itu wong mendem, sampai gitu,” ucap Gus Mus.

Hal itu disampaikan Gus Mus usai menjadi pembicara dalam acara Dialog Kebangsaan “Merawat Persatuan, Menghargai Kebersamaan” di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir Kampus terpadu UII Jalan Kaliurang KM 14,5 Dusun Besi, Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Selasa (14/1/2020).

Menurut Gus Mus, orang yang mengajarkan yel-yel itu tidak paham agama. Sebab jika paham agama, sebaiknya bicara dengan cara yang disesuaikan dengan lawan bicaranya.

“Jangan anak TK dikuliahi seperti orang perguruan tinggi. Anak kecil jangan diajari perkara-perkara yang tidak benar,” tegasnya.

Ucapan kafir yang dilontarkan di depan anak-anak juga disebutnya sebagai kesalahan. Apalagi yel-yel itu diucapkan saat kegiatan Pramuka yang menurut Gus Mus tidak berkaitan sama sekali.

Baca: PKS Layak Ditenggelamkan Seperti Ikhwanul Muslimin

“Salah! Karena kita ini nggak ada yang kafir. Itu apa urusannya dengan Pramuka, nggak ada urusan,” katanya.

“Itu bodoh dan gendeng orang itu. Nggak ada hubungannya,” lanjutnya.

Ulama asal Rembang itu mengatakan kejadian ini merupakan akibat dari orang yang belajar agama dengan cara yang tidak benar. Dia juga meminta semua pihak agar tidak mengungkapkan sesuatu yang belum diketahuinya.

“Orang yang ngomong gitu harus ngaji dulu. Ini akibatnya kalau ngomong soal agama kalau tidak belajar soal agama, itu yang menjadi masalah. Ngaji dulu lah,” pintanya.

“Dia cuma ikut-ikut saja, itu kan ikut atasannya,” ucapnya.

Gus Mus menekankan Tuhan menghendaki keberagaman. Sehingga orang beragama, lanjutnya, seharusnya menghargai keberagaman dan perbedaan. Dia menyarankan jika ada yang merasa terbebani saat beragama, sebaiknya hijrah dengan berpindah ustadz.

“Kalau beragama menjadi berat, terbebani, hijrah! Pindah ustaz. Gitu, gampang. Kalau ada ustaz, ngajak kita berkelahi, hijrah. Ustadz (ada) banyak kok,” tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, pembina Pramuka asal Gunung Kidul yang menjadi peserta kursus pembina pramuka mahir tingkat lanjutan (KML) Kwarcab Kota Yogyakarta bikin heboh. Dia mengajarkan tepuk Islam dengan yel-yel ‘Islam Islam Yes, Kafir Kafir No’ ke para siswa saat praktik KML di SD N Timuran Yogyakarta.

Peristiwa ini terjadi Jumat (10/1) lalu sekitar pukul 10.00-11.00 WIB. Tepuk bertendensi sektarian tersebut terungkap setelah salah satu wali murid berinisial K buka suara. K tak terima setelah melihat sendiri ada pembina Pramuka mengajarkan tepuk demikian. (ARN/DetikNews)

Ikuti Update berita klik Join Telegram ArrahmahNews

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca