arrahmahnews

Suara Bocah-bocah Aleppo, “Saat Aku Dewasa, Akan Kutangkap Semua Teroris”

Selasa, 20 Desember 2016,

ARRAHMAHNEWS.COM, ALEPPO – Pada hari Jumat, para pejabat Suriah dan Rusia menegaskan bahwa kota Aleppo telah benar-benar dibebaskan. Melanjutkan liputannya langsung dari kota yang dilanda perang itu, reporter Sputnik berbicara dengan beberapa korban yang paling rentan dari perang Suriah, yaitu anak-anak dari Aleppo. Laporan ini diangkat pada Senin (19/12) kemarin.

Dalam beberapa hari terakhir, cuaca di Aleppo dingin tapi cerah, suhu tertinggi sekitar 12 ° Celcius dan terendah kira-kira 7 °C selama akhir pekan. Pada siang hari, suhu dalam bangunan-bangunan yang hancur di kota ini lebih rendah daripada di jalan-jalan. Sekolah belum dibangun kembali, dan jalan-jalan dipenuhi dengan anak-anak. Kedatangan seorang koresponden berita tentu saja menarik perhatian, dan anak-anak antusias menjawab pertanyaan dari seorang koresponden Sputnik Arab. (Baca juga: Penderitaan Anak-Anak di Aleppo Dalam Liputan Wartawan Russia Today)

Fatima, seorang anak dari distrik al-Shiar yang sebelumnya dikendalikan oleh militan, mengatakan kepada Sputnik bahwa lebih dari apa pun, ia berharap “agar semua penderitaan segera berakhir.” Sebelum kota itu dilanda pertempuran, Fatima menghadiri sekolah bersama teman-temannya, dan bermimpi tentang masa depan. Tetapi dengan kedatangan para teroris, mimpinya runtuh, sekolahnya berubah menjadi tumpukan puing.

Fatima

Fatima

Fatima, keluarganya, dan seluruh distrik menghadapi kekurangan makanan dan obat-obatan sepanjang tahun pendudukan para teroris. “Setiap tindakan untuk melawan militan pendudukan akan dihukum tanpa ampun,” katanya. (Baca juga: Pembebasan Aleppo dan Propaganda Media Pro-Teroris)

Sputnik juga bertemu Mahmud, seorang anak yang lemah dengan mata yang menunjukkan rasa lapar, di bagian lain kota.

mahmud

Mahmud

Bersama dengan saudara-saudaranya yang lebih muda, anak itu mencari kerja paruh waktu apapun yang ia bisa ia demi membantu pengeluaran rumah tangga orang tuanya. Ayahnya telah kehilangan pekerjaan.

Banyak anak-anak kota yang semula diduduki teroris ini yang telah dimasukkan ke dalam pekerjaan yang berbahaya, di pertambangan, pabrik roti, dan industri sepatu, mencoba untuk mendukung keluarga mereka, menempatkan kesehatan mereka pada risiko dan menjadi rentan terhadap eksploitasi. Tapi mereka tak punya banayk pilihan. Anak-anak Aleppo ini dipaksa dewasa dengan cepat. (Baca juga: Kesaksian Nasrani Suriah, “Aku Hanya Ingin Kebenaran Aleppo Terungkap”)

Anak lain, Abd, mengatakan bahwa ia berusia lima tahun saat ayahnya dibunuh di depannya.

abd

Abd

Abd mengatakan kepada Sputnik: “Aku ingin tumbuh dan menjadi kuat Aku akan menangkap semua teroris yang membunuh orang tanpa alasan Mereka membunuh ayahku karena ia menolak untuk melawan tentara Suriah…”

Fuad, berusia 10 tahun, mengatakan kepada koresponden Sputnik bahwa ia telah melihat hal-hal yang mustahil untuk dibayangkan bahkan di film horor.

Selama pendudukan, militan melarangnya dan teman-teman sekelasnya untuk pergi ke sekolah lokal, yang mereka berubah menjadi markas mereka. Mereka mengatakan kepada Fuad dan teman-teman bahwa pelajaran mereka tidak berguna dan bahwa akan lebih baik bagi mereka untuk bergabung saja dengan militan untuk membebaskan Suriah. Fuad mencibir pada kata” membebaskan” yang diucapkan teroris itu, karena mereka melarang orang-orang meninggalkan rumah mereka, di mana mereka perlahan-lahan mati karena kelaparan.

Yushia berusia 11 tahun. Sebuah bom membunuh ayahnya, dan rumah keluarga mereka hancur. Ia tinggal bersama dengan ibunya dan beberapa keluarga lain di salah satu rumah yang hancur di daerahnya, dan menjelajah jalan-jalan dengan kucing peliharaannya.

Yushia

Yushia

Ditanya tentang keinginannya untuk tahun baru, Yushia menjawab: “Saya hanya ingin perang berakhir dan kehidupan menjadi tenang. Mimpi saya adalah untuk kembali ke rumah lama saya, untuk tidur di tempat tidur yang hangat, tidak bertengkar dengan anak laki-laki lain, dan tidak perlu malu dengan perumahan kami saat ini. “

Aisha, 12 tahun, tinggal di rumah yang sama dengan Yushia, tapi tidak malu dengan rumah sementara mereka, ia mengatakan bahwa ia telah menemukan teman-teman baru di sana. Sebaliknya, dia malu dengan pakaian dan sepatu tua serta lusuh miliknya.

Aisha

Aisha

“Ibu saya membuat jaket dari selimut yang kami terima dari Bulan Sabit Merah, saya merasa malu untuk memakainya di depan teman-teman saya,” katanya. “Saya bermimpi memiliki gaun cerah penuh warna-warni dan sepatu yang indah,” tambahnya.

Yasmin, 12 tahun, mengatakan kepada koresponden Sputnik: “Sejak kecil, aku sudah bermimpi menyelesaikan sekolah dan menjadi dokter atau insinyur. Aku mengerti bahwa mimpi itu tidak mungkin lagi kini, tapi aku akan bekerja keras untuk menemukan jalan menuju kebahagiaan..”

Yasmin

Yasmin

Yang terakhir, Basma, 13 tahun, tinggal bersama ibu dan saudara-saudaranya. Ayahnya meninggal selama perang.

basma

Basma

Ia mengatakan sulit bagi ibunya untuk menafkahi keluarga, yang telah dimiskinkan oleh hilangnya ayahnya, yang pencari nafkah. “Saya hanya berharap tidak akan ada salju, sehingga kita tidak membeku, dan bahwa ibu saya lebih sedikit menangis,” kata Basma.

Anak-anak Aleppo

Anak-anak Aleppo

Empat setengah tahun pendudukan militant di Aleppo Timur telah menyakiti anak-anak kota itu sangat dalam lebih daripada kelompok demografis lainnya. Pengalaman mengerikan itu pasti akan menjadi trauma selama sisa hidup mereka. Namun, koresponden Sputnik Arab mengatakan, mereka tersenyum ketika mereka mengatakan bahwa teroris telah pergi, sedangkan mereka (anak-anak) masih di sini. (ARN)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca