Afghanistan – Afghanistan kembali dilanda serangan bom yang menewaskan sedikitnya tujuh orang dan melukai lebih dari 40 lainnya. Serangan di Afghanistan timur ini terjadi hanya beberapa jam setelah pemerintah mengambil langkah menuju rekonsiliasi nasional dengan Presiden Ashraf Ghani memasuki perjanjian pembagian kekuasaan dengan saingan lama Abdullah Abdullah.
Media setempat mengatakan pada hari Senin (18/05) bahwa bahan peledak pada sebuah kendaraan diledakkan oleh pengemudi di dekat gedung Unit Khusus Direktorat Keamanan Nasional (NDS) Afghanistan di Provinsi Ghazni pada dini hari itu.
Baca Juga:
- KEJI! Militan Serbu RS Bersalin di Kabul, Tewaskan Bayi dan Ibu Mereka
- Ledakan Bom Guncang Upacara Pernikahan di Kabul, 20 Orang Tewas dan Terluka
Sebagian besar korban diyakini adalah karyawan NDS.
Belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Kekerasan meningkat di Afghanistan dalam beberapa pekan terakhir. Kelompok gerilyawan Taliban, yang telah mencapai kesepakatan “damai” dengan Amerika Serikat untuk tidak menyerang pasukan internasional di Afghanistan, justru meningkatkan serangan terhadap pasukan Afghanistan, bahkan itu terjadi disaat mereka telah terlibat dalam pertukaran tahanan sedikit demi sedikit dengan Kabul yang diperlukan berdasarkan kesepakatan yang sama.
Dalam serangan mengerikan Selasa lalu, tiga pria bersenjata menyerang sebuah rumah sakit bersalin di Kabul, menembaki wanita hamil dan bayi yang baru lahir di sana. Setidaknya 24 orang tewas dan 16 lainnya terluka sebelum orang-orang bersenjata itu ditangkap oleh pasukan keamanan Afghanistan.
Baca Juga:
- Kepala WHO: Saya Terkejut dan Ngeri atas Serangan ke RS Bersalin Afghanistan
- Cuitan Pedas Zarif: AS Tinggalkan Afghanistan Setelah 2 Dekade Dipermalukan
Meskipun Taliban mengatakan tidak bertanggung jawab atas serangan itu, pemerintah Afghanistan mengatakan bahwa kelompok militan itu yang harus disalahkan.
Bertolak belakang dengan klaim AS, Afghanistan mengatakan bahwa Taliban telah melakukan serangan rumah sakit Kabul.
AS telah berupaya meremehkan kekerasan Taliban agar tidak melihat kesepakatan itu runtuh. Perjanjian tersebut, yang ditandatangani pada bulan Februari, memungkinkan untuk penarikan bertahap pasukan pimpinan AS dari Afghanistan. Perang Afghanistan, yang terpanjang dalam sejarah AS, dimulai dengan invasi AS ke negara itu pada tahun 2001. (ARN)
Ikuti Update Berita di Channel Telegram Arrahmahnews