Amerika

Analis: Korut Seharusnya Tidak Percayai AS

NEW YORK – Seorang Analis, penulis dan akademisi Amerika, James Petras, mengatakan bahwa Amerika Serikat berencana untuk menghancurkan Korea Utara seperti Libya, dan untuk menghindari nasib seperti itu, Pyongyang seharusnya tidak tunduk pada perintah Washington dan memperkuat hubungan dengan China, Rusia serta Iran.

“Trump tidak memiliki niat untuk mengakui kedaulatan Korea Utara. Hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, dan kemampuan mereka untuk mempertahankan kedaulatan melalui pengelolaan senjata pertahanan dan pasukannya telah dimobilisasi,” ungkap Petras dalam wawancaranya dengan Press TV pada hari Rabu (30/05).

Baca: Pompeo Temui Utusan Kim Jong-Un di New York

“Kita telah melihat bahwa bahkan administrasi Trump telah mengakui jika tujuan mereka adalah untuk mengubah Korea Utara menjadi Libya yang lain, yang seperti anda ketahui, menandatangani perjanjian perlucutan senjata dengan AS dan kemudian diserang dan dibom, negara itu dihancurkan dan presidennya dibunuh, ” kata sang analis.

“Tidak ada yang mempertanyakan bahwa retorika administrasi Trump diarahkan mengikuti contoh dari Libya. Dan saya pikir pertanyaan yang harus ditanyakan adalah apa yang akan dilakukan oleh China, Rusia, dan negara lain ketika Amerika Serikat memutuskan untuk mengkhianati kesepakatannya dengan Korea Utara? ” tanyanya.

“Saya pikir sangat jelas bahwa jika Korea Utara mendapat dukungan China, Rusia, mereka akan mampu menghindari tekanan dan kebijakan Amerika yang merusak keamanannya. Saya pikir masalah pertama adalah jangan mempercayai janji-janji Trump, dan itu sangat penting. Seharusnya tidak ada kepercayaan dan akomodasi dengan Trump yang menempatkan keamanan Korea Utara di tangan Washington, ”catat akademisi itu.

Baca: Utusan Korut Tiba di New York untuk Pembicaraan

“Saya pikir pola yang perlu diikuti dan dikenali Korea Utara adalah bahwa ada sekutu di luar sana. Ada sekutu di Iran, ada sekutu potensial di Rusia, dan ada sekutu potensial di China,” katanya, menambahkan bahwa negara-negara itu tidak akan bersikap seperti Amerika yang akan menghancurkan, menghilangkan kemampuan untuk mempertahankan diri dan menguasai ekonomi Korea Utara.

Pada hari Rabu, Jenderal Korea Utara Kim Yong-chol tiba di New York untuk mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo. Mantan kepala mata-mata itu adalah penasihat terpercaya pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, dan memainkan peran penting dalam persiapan untuk pertemuan bersejarah antara Kim dan Presiden AS Donald Trump.

Kebijakan Trump tentang Korea Utara, seperti halnya kepresidenannya, telah diselimuti kerahasiaan dan kebingungan.

Pada tanggal 24 Mei, Trump mengumumkan bahwa ia membatalkan pertemuan dengan pemimpin Korea Utara yang dijadwalkan berlangsung pada 12 Juni di Singapura.

Namun, keesokan harinya, ia menyatakan bahwa pertemuan dapat berjalan sesuai rencana setelah menerima pernyataan damai dari Pyongyang, yang mengatakan bahwa pihaknya tetap terbuka untuk pembicaraan. Dan beberapa jam kemudian, Trump mengatakan pemerintahannya sedang melakukan “pembicaraan produktif” dengan Pyongyang tentang pertemuan.

Pada hari Minggu, Trump memuji “potensi brilian” Korea Utara dan mengatakan timnya tiba di Korea Utara untuk mengatur kemungkinan pertemuannya dengan Kim. (ARN)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca