arrahmahnews

Agama Bukan Untuk Membenci

Jum’at, 31 Maret 2017,

ARRAHMAHNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar. Namun Indonesia bukanlah negara Islam. Indonesia merupakan negara yang beragama. Karena ada beberapa agama yang diakui oleh republik ini. Karena itulah toleransi antar umat beragama, sudah dipupuk sejak nenek moyang mulai terbentuknya suku dan negara Indonesia. Para pendiri bangsa ini begitu sadar, bahwa keberagaman ini merupakan anugerah dari Tuhan YME. Karena itupula, nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila, bersumber dari budaya lokal. (Baca juga: Kita Butuh Islam Ramah Bukan Islam Marah)

Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasar negara sudah lebih dari 70 tahun. Indonesia juga telah menjaga kerukunan dan gotong royong, sejak sebelum suku-suku itu menyatukan dalam wada NKRI. Jika melihat dari sejarahnya, masyarakat Indonesia dikenal ramah, murah senyum, dan suka menolong. Karena itu pula, banyak wisatawan asing suka berkunjung ke Indonesia. Namun, beberapa tahun kebelakang, paham radikalisme telah merusak kedamaian negeri ini. Paham radikal telah menyebarkan ujaran kebencian, tindakan intoleransi, bahkan tindakan terorisme.

Dalam kehidupan sehari-hari, kelompok radikal dikenal merasa benar sendiri. Mereka cenderung merasa pendapatnya paling benar. Tak heran jika mereka suka menyatakan orang lain kafir. Orang berbeda agama dianggap kafir. Bahkan satu agama pun juga dianggap kafir, kerena berbeda pandangan. Di pilkada DKI, ujaran kebencian dan sebutan si A atau si B kafir begitu sering. Bahkan, spanduk provokatif yang mengandung SARA juga sempat terpampang dimana-mana, termasuk di tempat ibadah.

Fenomena saling menyalahkan atau saling mengkafirkan ini, terus ditunjukkan di ruang publik. Tidak hanya melalui dakwah, tapi juga melalui media sosial yang banyak diakses oleh generasi muda. Padahal, semua agama yang ada di Indonesia, tidak ada satupun yang mengajarkan untuk sesat menyesatkan, salah menyalahkan, ataupun kafir mengkafirkan. Sebaliknya, semua agama justru menganjurkan untuk saling mengenal, saling merangkul, dan saling hormat menghormati. (Baca juga: Islam Ramah, Bukan Islam Horor)

Jika sesat menyesatkan ini terus dipelihara, berpotensi membuat radikalisme tumbuh subur di negeri toleran. Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah seorang dari keduanya.” (HR Bukhari). Rasulullah SAW juga mengajarkan, agar umat Islam menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan sejak dulu. Tidak boleh menyakiti, bahkan berkata tidak baik pun tidak dianjurkan.

Marilah kita saling menjaga ucapan dan perilaku. Para ulama harus memberikan pemahaman agama yang benar. Hal ini penting karena kelompok radikal terus mereduksi nilai-nilai agama. Begitu juga dengan pemerintah, juga harus tegas terhadap praktek intoleransi dan terus menjamin hak warga negara, untuk bebas memeluk agama sesuai dengan keyakinannya. Kebijakan ataupun aturan yang dikeluarkan, juga harus bisa merangkul semua umat. Kerjasama dan sinergi antara ulama dan pemerintah sangat diperlukan. (Baca juga: Artikel: Saudi dan Ekspansi Wahabisme ke Dunia Islam)

Hilangkan fenomena saling mengkafirkan yang terus ditunjukkan oleh kelompok radikal. Hilangkan ujaran kebencian dan perilaku intoleran. Ingat, Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi keberagaman. Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu dan aliran kepercayaan, mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Sudah semestinya tidak ada istilah mayoritas ataupun minoritas. Karena dimata Tuhan, semua orang adalah sama. Karena itulah, jangan merasa benar dan terus memeliharan budaya sesat menyesatkan. (ARN)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca