arrahmahnews

Wahabi Takfiri Anti Ukhuwah

Wahabi_Takfiri_Anti_Ukhuwah

Aliansi Nasional Anti Syiah (ANAS), begitu disebut saat ratusan orang berkumpul di Mesjid Al-Fajr, Bandung, pada 20 April 2014 yang lalu. Melihat dari namanya, kelompok ini memiliki tujuan jelas untuk menghambat perkembangan syiah di Indonesia. Bagi ANAS syiah adalah ancaman terhadap agama dan juga negara. Hal ini terlihat dalam butir-butir deklarasi tersebut berikut ini :

  1. Bahwa ajaran Syiah menurut keyakinan umat Islam, merupakan faham yang menyimpang dari Alquran dan Assunnah.
  2. Bahwa kelompok Syiah di Indonesia semakin berani dan masif mempropagandakan paham dan ajarannya lewat segala macam cara, diantaranya dengan bertaqiyah (munafik), baik melalui pendidikan, sosial kemasyarakatan, maupun politik.
  3. Bahwa telah terjadi keresahan di berbagai daerah yang menimbulkan konflik horizotal sebagai akibat progresitivitas penyiaran Syiah, penolakan umat, serta pembiaran politik terhadap pengembangan ajaran sesat Syiah.

Dilihat secara sekilas, deklarasi itu tidak masalah, karena mengawal agama dan keyakinan umat adalah hal yang sebaiknya dilakukan para ulama. Namun, acara tersebut kurang mendapat simpatik dari para ulama dan cendekiawan Indonesia serta umat Islam umumnya, karena hal tersebut dipandang mengancam integrasi bangsa, karena akan memancing kecurigaan dan kekerasan. Begitu pula deklarasi ANAS itu merupakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama di Indonesia, karenanya Komnas HAM menilai pelarangan terhadap aliran syiah adalah pelanggaran HAM.

Secara kuantitas dan kualitas, yang hadir pada deklarasi ANAS itu hanyalah sekelompok kecil saja. Hanya saja yang harus diwaspadai, kelompok-kelompok seperti ini, yang belakangan sering disebut takfirisme, bergerak dengan sangat represif dan masuk ke dalam semua lini. Kalau kita cermati pula, takfirisme bukan hanya ingin menghempang syiah dan menjadikan syiah sebagai musuh bersama, tetapi juga umumnya kelompok sunni yang memiliki keyakinan dan praktek-praktek keagamaan yang mereka anggap menyimpang. Misalnya tawassul (menjadikan para Nabi, wali atau ulama sebagai perantara dalam berdoa), tabaruk (mengambil berkah dari para Nabi, wali, atau ulama), ziarah kubur, berdoa di kuburan, manakwil ayat-ayat yang berkenaan dengan penjasadan Tuhan, kultus kyai, dan lainnya juga dituduh mereka sebagai perilaku sesat, bid’ah, kafir, bahkan musyrik. Begitu pula mereka menyematkan bermacam-macam tuduhan kepada para ulama, atau kyai yang mengusung persatuan umat Islam.

Takfirisme ini juga, kalau kita perhatikan, merupakan gerakan transnasional. Kemungkinan besar ada sponsor internasionalnya juga. Mereka juga mendompleng ke dalam ormas-ormas Islam yang ada di Indonesia. Kalau kita cermati, NU dan Muhammadiyah, sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia juga terkena imbasnya, bahkan MUI. Bayangkan aja, ada buku yang mengatasnamakan MUI yang menyesatkan syiah, padahal tidak ada fatwa MUI Pusat tentang kesesatan syiah. Dan buku MUI dinilai oleh banyak kalangan jauh dari sikap keulamaan dan keilmiahan. Ini berarti MUI kecolongan. Semestinya MUI yang merupakan organisasi besar itu mengawal persatuan umat Islam dan harus lebih peka dalam menyikapi isu-isu yang menebar kebencian dan perpecahan umat. Apalagi, jika hal itu datang dari orang-orang di dalamnya. Ini harus diwaspadai.

Padahal, kalau kita melihat trend internasional, hubungan sunni-syiah belakangan ini, pada dasarnya cukuplah baik. Para ulama-ulama sunni dan juga syiah selalu menyerukan persatuan umat Islam. Mereka menyadari bahwa perbedaan tidaklah mesti menghasilkan perpecahan. Hanya saja, tentu sikap para ulama ini harus disosialisasikan ke akar rumput, masyarakat Islam. Karena sering terjadi polemik dan konflik itu di masyarakat akar rumput. Termasuk juga para ustadz-ustadz, khatib-khatib jum’at, dan dai-dai yang selalu memberikan ceramah di tengah-tengah masyarakat. Karena banyak juga para ustadz atau mubaligh yang menuduh syiah dengan berbagai tuduhan yang tidak benar. Mereka tidak bisa disalahkan juga, karena mungkin saja mereka membaca tentang syiah dari buku-buku yang tidak bertanggung jawab yang dipenuhi manipulasi. Seorang ulama syiah, Syarafuddin al-Musawi (1989: 181) pernah mengisyaratkan hal ini:

“Di masa ini, tak sepatutnya kita mendengarkan omongan siapa saja yang mengutip secara sembarangan atau melepas lidahnya tanpa bukti nyata. Ia harus menunjukkan kepada kita sumber informasinya, secara jelas dan pasti. Beribu-ribu karangan ulama syiah imamiyah telah tersebar luas di seluruh negeri Parsi, India, dan lainnya, baik dibidang fikih, hadis, ilmu kalam, akidah, tafsir, ushul, ataupun doa-doa, zikir, etika, dan akhlak. Silahkan mencarinya agar anda memperoleh informasi yang sebenarnya. Jangan sekali-kali mengandalkan ocehan orang-orang yang memang kerjanya hanya menebarkan benih-benih kebencian dan permusuhan di kalangan sesama Muslim. Yaitu mereka yang setiap kali menulis tentang syiah, senantiasa mengutip segala sesuatu yang berupa kebohongan amat keji.”

Begitu pula, masyarakat Indonesia ini sudah cerdas dalam menganalisis informasi. Hanya saja, tentu ulama-ulama sunni dan syiah di Indonesia harus terus menerus memberikan informasi yang valid dan berimbang. Komunitas syiah mesti meninggalkan cara-cara yang tidak baik, seperti menghina sahabat atau isteri-isteri Nabi saaw yang menjadi kebanggan semua umat Islam. Apalagi, pemimpin spiritual Iran, Ayatullah Ali Khamenei yang merupakan salah satu ulama besar syiah, dikabarkan telah memfatwakan larangan menghina sahabat dan isteri-isteri Nabi saw. Ustadz-ustadz dan ormas-ormas yang berbasis komunitas syiah sudah semestinya mensosialisasikan fatwa-fatwa ulama mereka ke para penganut syiah di Indonesia. Begitu pula, ormas-ormas syiah ini harus membangun kerjasama yang baik dengan ormas-ormas Islam lainnya untuk mensosialisasikan persatuan Islam dengan menjelaskan persamaan-persamaan ajaran syiah dan sunni. Sehingga isu-isu mengenai syiah menjadi jelas bagi komunitas lainnya. Masalahnya, biasanya kelompok-kelompok takfirisme ini lebih agresif dan rajin menyebarkan isu-isunya. Bahkan tidak  jarang, ulama-ulama sunni Indonesia yang mengusung persatuan Islam dituduh dan dicurigai macam-macam. Jadi, baik sunni maupun syiah pada saat ini, memerlukan media yang dapat menjadi pengusung persatuan Islam. Karenanya para ulama, ormas-ormas Islam serta umat yang cinta perdamaian dan persatuan harus waspada terhadap gerakan takfirisme ini.

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca