arrahmahnews

Kisruh Penutupan Tempat Ibadah, Ini Nasehat Bijak Gus Mus

Rembang – Ulama Besar Nadhlatul Ulama (NU) KH. Ahmad Mustofa Bisri atau sering dipanggil Gus Mus buka suara terkait penutupan tempat ibadah yang menimbulkan pro kontra di kalangan orang awam. Himbauan shalat di rumah sejatinya sudah pernah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW disaat terjadi hujan badai dan angin yang berkepanjangan.

Gus Mus menyampaikan bahwa agama Islam adalah agama yang “mudah dan tidak memberatkan” atau disebut dengan samhah. Allah SWT juga tidak menghendaki kesulitan bagi kita semua, sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 185, yang berbunyi; “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”.

 

Baca Juga:

Dalam surat al-Hajj ayat 78, Allah SWT juga mengatakan bahwa “Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan atau kesulitan”. Bahkan Rasulullah SAW sendiri yang membawa risalah agama Islam mengatakan, “Sesungguhnya agama ini gampang, mudah dan tidak sulit”.

Jika kemudian ada orang yang memberat-beratkan yang mudah, dia sendiri yang akan kuwalahan. Sebagaimana dalam hadis dikatakan, “Tidaklah seseorang memberat-beratkan dirinya dalam beragama kecuali dia akan terkalahkan”. (HR. Bukhari 39 dan Nasa’i 5034).

Kenapa agama ini mudah? 

Terkait pertanyaan yang mungkin akan muncul di benak setiap orang, kenapa agama ini mudah? Gus Mus menjelaskan bahwa Rasulullah SAW yang membawa agama ini menyatakan bahwa jika aku perintahkan kepada kalian suatu perintah, kerjakan semampumu.

Kata “semampumu”, ini kunci beragama yang menjadikan pemuluknya tidak kesulitan atau tidak terbebani sesuatu yang diluar dari kemampuannya.

Allah sendiri berfirman dalam al-Quran, “bertaqwalah kalian kepada Allah semampu kalian”. Oleh karena itu, kalau kita lihat contoh-contohnya banyak sekali. Seperti kita diperintahkan salat zuhur empat rakaat dan salat ashar empat rakaat tapi ketika kita berpergian jauh, kita mendapatkan korting menjadi 2 rakaat. Bahkan bisa digabungkan antara zuhur dan ashar, yang disebut jamak qashar.

Baca Juga:

Jadi, semua tergantung kondisi kita karena agaam ini untuk kita bukan untuk Allah. Jadi tolak ukur perhitungannya adalah kondisi kita. Di rumah empat rakaat, perjalanan jauh dua rakaat.

Kita wajib berpuasa di bulan Ramadan, tapi kalau kita sedang berpergian jauh, kita diperbolehkan tidak berpuasa dan diganti di hari lain. Kalau sama sekali tidak bisa berpuasa khususnya bagi orang sudah tua renta (tidak punya kemampuan lagi), maka cukup baginya membayar fidyah.

Jika kita tidak bisa jum’atan, kenapa tidak bisa? karena ada uzur syar’i, seperti hujan lebat. Dahulu di zaman Nabi juga terjadi, kemudian diperintahkan untuk salat di rumahnya masing-masing.

Kalau hujan lebat saja bisa dijadikan uzur untuk kita tidak jum’atan, apalagi ada wabah virus menular (COVID-19) yang mengguncangkan dunia, bahkan membuat panik banyak orang. Bukan karena kita berani mati, bukan. Tapi karena kita tidak mau menyebarkan dan menularkan sesuatu yang nanti sulit dikendalikan.

Mudah-mudahan wabah yang mengguncangkan dunia ini segera dihilangkan oleh Allah SWT. Rahmat-Nya kembali meliputi kita semua. Semoga kita semua sehat walafiat, lahir dan batin, dan sudah terinfeksi semoga cepat disembuhkan. Amin! (ARN)

Ikuti Update Berita di Channel Telegram Arrahmahnews

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca