arrahmahnews

HTI Merusak, Harusnya Dibredel dari Kampus

Sabtu, 25 Juni 2016

JAKARTA, ARRAHMAHNEWS.COM – Cukup santer terdengar di telinga kita, bagaimana organisasi yang mengatasnamakan dirinya sebagai Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merobek nilai keutuhan pancasila. Puncaknya, di Institut Kesenian Yogyakarta, HTI dilarang beroprasi di dalam kampus. Organisasi ekstra kampus, tidak lain berfungsi sebagai controling kepada pemangku akademik, bukan merusak ekosistem kampus. Misalnya mempengaruhi mahasiswa baru untuk menekuni keajaiban nilai-nilai HTI. Mengapa keajaiban? HTI berjalan terbalik dengan arus hukum negara (Indonesia).

Isu mutaakhir, HTI digadang-gadang sebagai saudara Partai Komunis Indonesia (PKI) yang juga berbuat arogan terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), PKI sudah dilarang beroprasi, tapi HTI masih saja berseliweran di dunia akademik. Organsasi salah secara administratif, tentunya tidak boleh beropasi alias menyampaikan dakwah. Lalu kesalahan apa? HTI telah merobek nilai luhuritas bangsa Indonesia, dengan menolak pancasila dan demokrasi. Padahal, pancasila sudah didaulat sebagai ideologi negara atas pertimbangan ulama, politikus, dan sejumlah tokoh masyarakat.

Dunia kampus, harus siap-siaga untuk menanggkis gerakan khilafah. Perdalam keilmuan untuk membungkam paham-paham fundamental. Tetapi tidak harus menjadi Ansor yang ekstrim menolak keberadaan HTI. Tidak ada pembenaran terhadap ideologi HTI. Teori induksi maupun deduksipun, tidak mempan untuk membedah ideologi HTI. Maka dari itu, generasi bangsa harus cerdas memilih.

Dalam ilmu Pengantar Studi Islam (PSI) dijelaskan, untuk mengoreksi oganisasi keberagamaan yang mengakar di Indonesia, harus digunakan beberapa pendekatan. Pertama pendekatan kultural, artinya apa? Kultural tersesebut, bisa diartikan dengan diadakan diskusi harmonis dalam rangka menyelesaikan suatu masalah. Kedua, pendekatan kebudayaan, suatu ormas bisa menyalahi aturan kenegaraan, bisa juga dilalui dengan aspek kebudayaan, bagaimana budaya dulu saat ormas tersebut muncul serta menyalahi adat atau tidak. Ketiga pendekatan normatif (keagamaan), dan yang terahir adalah pendekatan historis. Nah, dengan beberapa pendekatan tersebut, bisa diambil hipotesa, apakah ormas terebut harus dibredel atau dibiarin saja. [ARN]

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca