Arab Saudi

Saudi Sebut Feminisme sebagai Ekstremis, Teroris sebagai Mujahidin

Saudi Sebut Feminisme sebagai Ekstremis, Teroris sebagai Mujahidin

Arrahmahnews.com, Riyadh Minggu ini, feminisme di Arab Saudi dinyatakan sebagai kejahatan yang bisa dihukum dengan hukuman penjara atau cambuk.

Dalam video terbarunya, Badan keamanan negara Saudi mendefinisikan feminisme sebagai ekstremis, diimpor dari Barat dengan tujuan menyatakan kesamaan hak pria dan wanita dalam masalah ekonomi, sosial dan politik.

BacaPenduduk Taiz: Bukan Houthi yang Membunuh Kami Tapi Koalisi Saudi

Menurut definisi ini, feminis diduga bertujuan untuk menghapuskan perbedaan antara jenis kelamin, menghapuskan pernikahan dan keluarga, serta mendorong hubungan sesama jenis. Saudi menyamakan feminisme dengan bentuk-bentuk “ekstremisme” lainnya, termasuk ateisme, homoseksualitas dan pergaulan bebas.

Rezim kontradiksi

Menghadapi serangan balik, rezim Saudi segera menyatakan bahwa video tersebut adalah hasil dari interpretasi yang keliru dari seorang karyawan. Tetapi sangat tidak mungkin bahwa sebuah pengumuman dari badan pemerintah dikatakan salah dan keliru.

Baca: Arab Saudi bukan “Negara Islam”, Tapi “Penjual Islam”

Mungkinkah itu merupakan upaya untuk mempermalukan putra mahkota oleh para pesaingnya? Atau mungkinkah ada pegawai pemerintah yang benar-benar percaya bahwa feminisme mirip dengan terorisme? Kita mungkin tidak pernah mengetahuinya, tetapi kebingungan tersebut mencerminkan kontradiksi yang menimpa rezim Saudi, di tengah upaya reformasi dan mempromosikan pemberdayaan perempuan.

Yang terpenting, Riyadh berupaya memenjarakan sejumlah aktivis perempuan sejak 2018. Lojain al-Hathloul dan Aziza al-Yousef di antaranya, dan dilaporkan mendapat sejumlah pelecehan seksual dan siksaan di penjara. Laporan-laporan semacam itu, tentu saja ditolak oleh rezim.

BacaTerbongkar! Jejak Busuk Israel, AS dan Saudi Dukung Teroris di Suriah Selatan

Kriminalisasi feminisme mungkin menjadi pilihan terakhir, yang memungkinkan rezim untuk terus menahan tahanan perempuan karena ide-ide feminis “ekstremis” mereka – meskipun faktanya mereka menyerukan kebijakan yang sama yang diperkenalkan oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

Mengangkat larangan mengemudi dan bergerak untuk mengakhiri sistem perwalian, di mana laki-laki mengendalikan setiap aspek kehidupan perempuan, termasuk di antara tuntutan yang dikampanyekan para tahanan ini.

Sebaliknya, Arab Saudi aktif mendanai kelompok-kelompok ektrimis dan teroris di Suriah. Mereka menyebutnya sebagai jihad dan mujahidin, bahkan ulama mereka menghalalkan jihad nikah beberapa tahun lalu.

Arab Saudi bukan saja menutup mata atas kekejaman yang dilakukan oleh ekstrimis dan teroris di Suriah dan Irak, mereka melakukan pembenaran atas tindakan-tindakan itu dengan ayat-ayat Al-Quran dan Hadits.

BacaPBB: Satu Anak Yaman Tewas Tiap 12 Menit

Tidak hanya itu, Arab Saudi juga melakukan kejahatan perang paling brutal di Yaman selama lebih dari empat tahun. Menghujani Yaman dengan bom-bom yang dilarang secara internasional, membunuh anak-anak, wanita dan penduduk sipil.

Selain memporak-porandakan Yaman, Saudi juga memblokade negara miskin itu hingga menciptakan krisis kemanusiaan terparah di dunia.

PBB mengatakan pada hari Rabu (23 Oktober 2019) bahwa “satu anak di bawah usia lima tahun meninggal setiap 12 menit di Yaman karena krisis kemanusiaan yang disebabkan oleh perang.”

Laporan ini diumumkan dalam cuitan yang diposting oleh Achim Steiner, perwakilan UNDP di Yaman, melalui akun Twitter-nya.

“Seorang anak di bawah 5 tahun meninggal setiap 12 menit di Yaman, sebagian besar karena kurangnya air, nutrisi dasar, perawatan kesehatan dan obat-obatan karena konflik,” kata Steiner dalam cuitannya. (ARN)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca