Jakarta – Denny Siregar memberikan kritikan cukup pedas kepada media-media yang memberitakan “Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ancam Mogok Tangani Pasien Corona”, kenyataanya bahwa statement IDI diplintir oleh media-media tersebut.
Menurut Denny Siregar, seharusnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan asosiasi profesi sejenis yang merasa dirugikan, harus menuntut media-media yang melakukan pelintiran berita.
Baca Juga:
- Surat Balasan Menohok Pedagang Makanan Kepada Ryan Hidayat “Andalah Virus Bangsa”
- Alhamdulillah, 9 PDP Covid-19 di RSUD Tulungagung Sembuh
Berita media itu sudah meresahkan banyak orang dan melecehkan profesi mulia para dokter dan paramedis lainnya..
Dewan Pers, kemana dewan pers? Apa masih pingsan?
“Ikatan Dokter Indonesia ancam mogok tangani pasien Corona”. Begitu headline di media online tempo.co. Saya coba telusuri di media-media online besar lainnya seperti tirto, kumparan, Republika dan banyak lagi.
Bahasa judul mereka sama, yaitu “MOGOK”.
Benarkah IDI mau mogok tangani pasien Corona? Judulnya seksi memang, karena ada kata “mogok” maka orang jadi pengen baca.
Dan langsung terbersit persepsi negatif, “Dokter kok mogok tangani pasien? Gimana dengan sumpah dokternya?” Atau mulai ada nuansa ketakutan, “Kalau Dokter mogok, terus gimana dgn pasiennya?” Yang bisa berarti, “Gua gimana?”.
Padahal, kalau membaca penjelasan dari Ketua Umum IDI, Daeng M Faqih, dia mengatakan,
“Paramedis yang pakai APD boleh merawat pasien, yang tidak pakai tidak boleh..”
IDI benar, bahwa sangat berbahaya jika dokter tidak pakai alat pelindung memelihara pasien Corona. Apalagi dengan banyaknya dokter yang akhirnya tertular dan meninggal.
Baca Juga:
Tapi bukan berarti paramedis itu MOGOK.
Mereka hanya butuh jaminan keselamatan kerja dgn ketersediaan pakaian pelindung. Sedangkan yang sudah dapat pakaian, tetap bekerja.
Judul di media-media online itu membangun persepsi liar, seolah-olah semua paramedis meninggalkan tanggung jawab mereka di medan perang. Ini jelas-jelas melecehkan profesi dokter dan perawat.
Dan menariknya, kata “MOGOK” serempak digunakan oleh media-media online itu.
Ada apa mereka kompak begitu ya? Apa memang ada konspirasi untuk membenturkan dokter dan pemerintah? Supaya situasi makin kacau? Supaya pasokan berita makin lancar?
Baca Juga:
- Ahmad Zainul Muttaqin Jawab Kampanye Sesat “Jangan Takut Corona Tapi Takutlah Kapada Allah”
- Wahyu Sutono “Semprot” Rizal Ramli: Rakyat Tidak Butuh Kamu
Dan pertanyaan saya dari kemarin-kemarin masih sama, “Dimana Dewan Pers?”.
Membenturkan profesi dokter dan pemerintah dalam situasi genting seperti ini, sungguh kejahatan moral yang sulit dipahami.
Seperti dokter, pers seharusnya punya kode etik profesi yang mirip untuk menjaga situasi tidak semakin panas. Jangan karena butuh uang akhirnya jadi melacurkan diri kemana-mana.
Jangan sampai kelak akan ada berita, “MATINYA DUNIA PERS KITA, DAN BANGKITNYA MEDIA SOSIAL SEBAGAI PENYEIMBANG BERITA” hanya karena orang sudah tidak percaya lagi apa yg diberitakan oleh media kita. Seruput kopinya?. (ARN)
Ikuti Update Berita di Channel Telegram Arrahmahnews