arrahmahnews

Pelarangan Burkini dan Phobia Terselubung

Sabtu, 27 Agustus 2016

JAKARTA, ARRAHMAHNEWS.COM – Keputusan Dewan Pengadilan Administrasi Tertinggi Perancis untuk mencabut larangan memakai “burkini,” pakaian pantai untuk perempuan yang menutupi nyaris seluruh tubuh, di kota wisata Villeneuve-Loubet, Nice, menjadi trending topik media internasional. Pasalnya, burkini, yang diambil dari gabungan antara kata ‘burqa’ dan ‘bikini’ itu, sempat membuat kegemparan karena dilarang dipakai di pantai.

Pemerintah setempat, melalui dan petugas keamanan melakukan razia dan denda terhadap mereka yang memakai. Alasan yang digunakan Pemerintah adalah keamanan dengan merujuk kepada prinsip sekularisme yang digunakan di negara tersebut. Burkini, seperti juga jilbab, yang dianggap terkait dengan identitas Islam, lantas menjadi sasaran ‘operasi keamanan’ dan karenanya dilarang dan pemakainya didenda!

Bukan kali ini saja Pemerintah Perancis melakukan sensor terhadap pakaian yang dianggap melanggar landasan ‘sekularisme’. Sebelumnya burqa dan jilbab pun dilarang dipakai di tempat-tempat publik tertentu. Dan tampaknya, mode pakaian yang bernama burkini (yang aslinya adalah rancangan Aheda Zanetti, seorang perempuan Muslim keturunan Libanon yang tinggal di Australia) dianggap memiliki ‘identitas’ Muslim, sehingga dianggap berpotensi mengganggu keamanan nasional.

Sebelum putusan Dewan tersebut dijatuhkan, urusan pelarangan burkini tersebut sudah menghebohkan, bukan saja di Perancis tetapi juga di negara-negara lain khususnya Eropa dan AS. Kehebohan tersebut terjadi karena larangan tersebut, bagi yang menolaknya, dianggap terlalu mengada-ada dan bertentangan secara mendasar dengan hak asasi manusia. Bagi kelompok yang pro, pelarangan itu merupakan upaya merespon ancaman terorisme dan paham anti sekularisme yang dikaitkan dengan Islam dan budayanya, termasuk pakaian perempuan Muslim.

Kasus jilbab dan burkini di Perancis ini bisa menjadi salah satu bukti bahwa fobia bisa terjadi dimana-mana dan menggunakan berbagai bungkus, termasuk sekularisme dan nasionalisme serta liberalisme. Fobia bukan hanya monopoli kelompok agama, kendati tidak bisa dipungkiri bahwa radikalisme, kekerasan, dan kebencian kini banyak dilakukan dan dibela sementara kelompok yang mamakai kedok agama.

Kasus ini juga menjadi petunjuk bahwa mengelola masyarakat majemuk memerlukan keberanian dan kemauan untuk menghadapi kenyataan dan dinamika masyarakat yang berubah dengan cepat. Sehingga pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan terhadap kemajemukan masyarakat dan budaya juga tidak bisa diseragamkan secara universal. Dari kasus burkini dan jilbab di Perancis ini tampak bahwa pendekatan “asimilasi”, “integrasi” dan”melting pot” yang selama ini digunakan oleh Perancis harus dikaji ulang. Pendekatan ‘multikulturalisme’ yang diadopsi di AS, Kanada, dll perlu lebih dikembangkan. Bagaimana dengan Indonesia? [ARN]

Sumber; FB Muhammad A S Hikam.

Simak tautan ini:

1. http://www.forbes.com/…/frances-now-ended-burkini-ban-sho…/…
2. http://www.reuters.com/…/us-religion-burqa-france-idUSKCN11…
3. http://www.nytimes.com/…/burkini-ban-france-aheda-zanetti.h…
4. http://dunia.rmol.co/…/Perancis-Tangguhkan-Larangan-Memakai…

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca