arrahmahnews

Rusia Sebut Tuduhan Baru AS Sebagai Ideologi Primitif Era Perang Dingin

Jum’at, 04 Agustus 2017,

ARRAHMAHNEWS.COM, MOSKOW – Rusia mengecam klaim baru AS yang menuduhnya berusaha membagi-bagi Balkan Barat, dengan mengatakan bahwa tuduhan tersebut memperlihatkan mentalitas Perang Dingin “primitif” yang mendominasi Washington. (Baca juga: Menlu Rusia Minta Putin Usir 35 Diplomat AS)

“Sangat disesalkan untuk dicatat bahwa Washington meluncur lebih dalam ke dalam ideologi primitif era Perang Dingin, yang benar-benar terlepas dari kenyataan,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia seperti yang dilansir kantor berita RT pada hari Kamis (3/08/2017).

Komentar tersebut merupakan tanggapan atas tuduhan yang diajukan oleh Wakil Presiden AS Mike Pence sehari sebelumnya.

Saat mengunjungi Montenegro pada hari Rabu sebagai bagian dari tur berkelanjutan Eropa Timur, Pence mengkritik Moskow karena mengadopsi kebijakan yang menurutnya membuat kawasan tersebut tidak stabil dan tidak dapat diterima di Gedung Putih. (Baca juga: BREAKING NEWS! Moskow Minta AS Kurangi Staff Diplomatiknya di Rusia)

“Seperti yang Anda semua tahu, Rusia terus berusaha untuk redraw perbatasan internasional dengan paksa, di sini di Balkan Barat,” kata Pence pada sebuah pertemuan puncak yang dihadiri oleh para pemimpin anggota NATO; Montenegro, Kroasia, Albania dan Slovenia, serta Serbia, Bosnia. , Macedonia dan Kosovo.

“Kami benar-benar percaya masa depan Balkan Barat ada di Barat,” katanya kepada wartawan.

Pence: Perilaku Rusia ‘tidak dapat diterima’, dan mengatakan “perilaku destabilisasi” Rusia tidak dapat diterima di White House.

Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Rusia meminta Washington untuk berhenti mencemarkan nama baik Rusia dan kebijakan luar negerinya. Moskow menghormati sekutu dan kesiapan untuk bekerja dengan mitra internasional. (Baca juga: Surat Kabar AS: Di Suriah Militer Rusia Permalukan Wajah Amerika dan Barat)

AS dan sekutu Barat menuduh Rusia meningkatkan kegiatannya di bekas Yugoslavia, terutama di kalangan orang Kristen Orthodox di Serbia, Montenegro, Macedonia dan Bosnia.

Sebelumnya pada hari Rabu, Presiden AS Donald Trump enggan menandatangani undang-undang yang telah disetujui oleh Kongres yang memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia, Iran dan Korea Utara.

Hal itu secara mencolok telah membatasi kemampuan Trump untuk membebaskan hukuman, sebuah tanda ketidakpercayaan Kongres oleh yang dikuasai Republik yang tetap prihatin dengan kata-kata ramah Trump untuk Presiden Rusia Vladimir Putin.

Kremlin mengatakan bahwa langkah tersebut mencapai sebuah perang dagang skala penuh dan membunuh harapan untuk hubungan yang lebih baik dengan pemerintah AS yang baru.

Sanksi AS adalah perang dagang skala penuh. Rusia mengatakan bahwa sanksi baru AS yang diberlakukan terhadap Moskow sama saja dengan “perang dagang skala penuh”.

Sebagai antisipasi persetujuan Trump terhadap RUU tersebut, Kemenlu Rusia mengumumkan pekan lalu bahwa Moskow telah meminta Washington untuk mengurangi staf diplomatiknya menjadi 455. Ini berarti lebih dari 755 diplomat AS harus meninggalkan negara tersebut. (ARN)

Sumber: RT.

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca