Arrahmahnews.com, Jakarta – Pelarangan MUI Jatim terhadap pejabat yang menggunakan salam pembuka semua agama saat sambutan resmi mendapat tanggapan dari Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Buya Syafii Ma’arif. Buya menilai hal itu janggal dan menyarankan agar MUI tidak terlalu ketat.
Karena itu, Buya meminta masyarakat untuk mengamalkan arti Bhinneka Tunggal Ika. Menurutnya, dengan mengamalkan hal tersebut akan menjaga keutuhan bangsa Indonesia
“Saya rasa janggal, jangan terlalu ketat begitu, kita kan sebuah bangsa plural, bhinneka Tunggal Ika. Mereka yang non-muslim juga kadang-kadang kan memakai salam juga, jangan terlalu ketat,” kata Buya saat ditemui di Jalan Ringroad Barat, Dusun Turusan, Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Minggu (10/11/2019) malam.
Baca: Zein Al-Kaf “Al-Bayyinat” Corong Wahabi Indonesia Anti Persatuan Islam
Karena itu, Buya meminta masyarakat untuk mengamalkan arti Bhinneka Tunggal Ika. Menurutnya, dengan mengamalkan hal tersebut akan menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
“Kita harus menjaga keutuhan bangsa, kebersamaan kita. Kita tidak boleh eksklusif, tapi selalu inklusif,” ucapnya.
Diketahui bersama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau para pejabat tak memakai salam pembuka semua agama saat sambutan resmi. Imbauan ini terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori.
Baca: Politisasi Agama, Cara HTI dan Khawarij Hancurkan Negara
Dalam surat itu, MUI Jatim menyatakan bahwa mengucapkan salam semua agama merupakan sesuatu yang bidah, mengandung nilai syuhbat, dan patut dihindari oleh umat Islam.
Saat dikonfirmasi, Kiai Somad, sapaan akrabnya, membenarkan surat imbauan ini. Hal ini merupakan salah satu hasil dari Rakernas MUI di Nusa Tenggara Barat beberapa waktu lalu.
Baca: HTI Pakai ‘Agama’ untuk Lawan Pemerintah
Menurut Kiai Somad, dalam Islam, salam diartikan sebagai doa. Sedangkan doa merupakan ibadah. Untuk itu, tak baik jika mencampuradukkan ibadah satu dengan yang lain.
“Jadi begini, kami menandatangani atau membuat seruan itu karena doa itu adalah ibadah, misalnya saya terangkan salam, Assalamualaikum itu doa, salam itu termasuk doa dan doa itu ibadah,” kata Kiai Somad seperti dilansir detikcom di Surabaya, Minggu (10/11/2019). (ARN)